Gedung Balee Juang (Museum Langsa)
Gedung Balee Juang (Museum Langsa)
Bangunan Museum Langsa dikenal juga sebagai gedung Balee Juang. Sebelum dimanfaatkan sebagai bangunan Museum, gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor BAPPEDA Aceh Timur. Pada masa awal pembangunannya, gedung yang terletak di pusat Kota Langsa ini, bernama Het Kantoorgebouw Der Atjehsche Handel-Maatschappij Te Langsar (Langhout, 1923). Gedung ini dibangun oleh penjajah Belanda pada tahun 1920 dan difungsikan sebagai kantor pusat untuk industri dan perkebunan Belanda beberapa sumber menyebutkan Pembangunan dimulai tahun 1019-an) (Elvina & Siregar, 2023)
Nama Balee Juang tidak terlepas dari peran Gedung ini dimasa perang kemerdekaan. Gedung ini diambil alih oleh para pejuang Aceh dan dijadikan sebagai tempat pertemuan dalam upaya mendukung gerakan kemerdekaan dalam melawan jepang dan Kolonial Belanda. Kemudian pasca kemerdekaan, gedung ini berfungsi sebagai kantor perusahaan pupuk Asri dan menjadi pusat kegiatan organisasi kemahasiswaan (Anis, et all, 2023 )
Pada tahun 1949, bangunan ini digunakan sebagai tempat mencetak uang, atau dikenal dengan istilah “Bon Kontan,” dalam pecahan 100 dan 250. Bon Kontan masih banyak digunakan sebagai alat tukar sebelum mata uang rupiah resmi digunakan. Bon kontan digunakan di sejumlah masyarakat Sumatera Utara, antara lain Langkat dan lainnya. Mayor Oesman Adami yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Pembekalan Divisi Sumatera X juga pernah memimpin operasional pencetakan uang.
Pada tahun 2014, gedung ini diserahkan kepada Pemerintah KotaLangsa dan diubah menjadi Gedung Museum Langsa oleh WaliKotaLangsa. Pengakuan terhadap nilai historis dan budaya gedung ini tercermin dalam penetapan sebagai bangunan cagar budaya oleh WaliKotaLangsa melalui Keputusan Nomor 188/430/2016, yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 2016 (Anis, et al, 2023)
Gedung Balee Juang dibangun dengan desain arsitektur khas Belanda. Terdiri dari 2 lantai, dengan teras atau balkon lantai atas yang menghadap jalan. Museum kota langsa memiliki luas 838 Meter persegi. Museum Kota Langsa memiliki 143 koleksi dalam koleksinya pada tahun 2014. Koleksi tersebut diperoleh melalui pemberian dan pembelian. Uang Doka (Dana Otonomi Aceh) digunakan untuk membeli artefak untuk koleksi museum sendiri, termasuk Bate Seumeupeh dan produk rumah tangga seperti anti-piring (alat giling tradisional Aceh) yang bersumber dari Peureulak. Mengenai hadiahnya sendiri, Gedung Bale Juang menyumbangkan barang-barang koleksi ke Museum Kota Langsa, antara lain radio-radio kuno dan uang. Koleksi Museum kota Langsa bersifat tematik, terdiri dari koleksi Etnografi, Sejarah, Keramologika, dan koleksi lainnya. Tercatat sebanyak 217 koleksi telah dikumpulkan secara keseluruhan pada tahun 2023.
Keberadaan sebuah bangunan dapat merepresentasikan sifat multikulturalisme pada suatu masyarakat melalui aspek desain, struktur, dan fungsinya. Pada bangunan Balee Juang representasi multikultural dapat dimaknai dari penggunaan berbagai simbolisme dalam dekorasi dan ornamen. Meskipun fasad bangunan utama merupakan bangunan khas desain kolonial, namun bangunan pengiring seperti pintu utama kini diwarnai dengan berbagai ornamen Aceh seperti pintu khop yang sangat menonjol. Proses pembangunan berbagai fasilitas masa kolonial di langsa seperti umumnya dilakukan masa itu menggunakan tenaga dari warga setempat (Aceh) dan pribumi lainnya (Jawa) serta orang Cina (Rahman, A., Wibowo, G. A., & Akob, B, 2023). Selain itu, peran dan fungsi bangunan Balee Juang juga menunjukan perannya sebagai tempat berinteraksi bagi berbagai etnis sebagai penduduk pembangun kota.